Sunday, December 16, 2007

Hati-Hati dengan "gereja setan"

Gereja setan mungkin tidak asing lagi di telinga Anda, ajaran ini adalah lawan dari Kristen. Namun sebenarnya ajaran ini juga lawan dari Buddhisme, karena gereja setan mengajarkan seks bebas, kurban manusia, dan kegiatan2 yang tidak sesuai dengan agama Buddha lainnya.
Saya berhasil mendapatkan kesaksian, kesaksian ini menurut saya harus disebarluaskan karena saya takut sekali banyak orang yang akan terjerat dengan gs.
Silahkan kesaksian ini dikirim ke e-mail2 teman2 Anda, Friendster, Blog atau Web Anda.
Saya sendiri mendapatkannya dari postingan forum tempat saya nongkrong

Kesaksian orang yang hampir dijebak GS (gereja setan) :

Hati-Hati Panggilan Interview...!!!

Selasa tgl 2 pebruary waktu itu gw lagilunch bareng teman, gw kenalan
dengan seorang wanita yang penampilanya ok, dia mengaku bahwa dia kerja
di plaza sentral sudirman lt 23. besoknya rabu aku dapat tlp untuk
interview kerja di lt 23 plaza central sudirman, setelah di terima oleh
CS, aku disuruh menunggu di ruang tunggu, ruanganya besar tapi agak
gelap, setelah munggu 5 menit, aku mulai merasa ruangannya aneh, kantor
tapi gelap. tidak berapa lama kemudian, aku kaget karna cewek yang aku
kenal waktu lunch kemarin dia yang menginterview, aku merasa ada yang
ga beres. lalu dipersilakan menuju ruang interview, betapa kagetnya
aku, bahwa disitu ada salib terbalik, dan gambar2 yang menurut gw
sangat bertentangan dengan agama, dan org2 disekitar situ pada umumnya
ororang2 muda.setelah di interview yang tugas utamanya adalah
untukmenarik orang2 muda untuk masuk ke dalam gereja setan, 1 org dapat
berarti menerima gaji 2 juta. kontan aku menolak dan langsung
pergi....seblum sampe pintu utama ktr itu, aku merasa ada sesuatu
menarik aku kembali, lalu cewek itu datang kembali dan memikirkan
keputusanku. aku di berikan sebuah buku di dalamnya tentang visi dan
misi gereja setan.dan gereja terbesar ada di jln pasteur bandung.
mungkin diantara teman2 ada yang mendapat tlp utk di interview dengan
alamat plaza central lt 23, harap hati2.... krn seluruh lt 23 hanya ada
1 perusahaan, itu adalah mereka (pt brotherhood group).

Sumber : Kenia

Hujan Laba-Laba di Argentina


ARGENTINA- Bagi seorang warga negara Argentina Christian Oneto Gaona, tanggal 6 April 2007 mungkin menjadi hari yang sangat bersejarah dalam hidupnya, sebab pada hari itu dia bukan saja menjadi saksi adanya hujan laba-laba, barangkali dia juga menjadi orang pertama di dunia yang mampu “menangkap“ hujan ajaib ini melalui kamera. Christian dan teman-temannya sepakat untuk melakukan perjalanan ke Propinsi Salta selama liburan Paskah mereka. Sekitar pukul 15.00 waktu setempat, pada tanggal 6, mereka mulai mendaki Gunung San Bernardo. Dua jam kemudian, mereka menemukan, tanah di sekeliling mereka telah diselimuti beragam warna laba-laba, masing-masing berukuran kurang lebih 4 inci.

Mereka menemukan makin banyak dan makin banyak laba-laba dalam perjalanan pendakian mereka. Bahkan keadaan terasa semakin aneh ketika beberapa laba-laba mulai menjatuhi mereka, sebab saat itu mereka berada di lembah yang luas dan tak ada apapun diatas mereka selain langit. Lalu mereka menengadah dan melihat banyak laba-laba jatuh dari atas langit.

Semua orang terperangah. Christian baru teringat bahwa dia membawa kamera. Dengan terburu-buru dia memotret beberapa laba-laba yang jatuh dari langit dan laba-laba lain yang sedang membuat jaring-jaringnya. Laba-laba tersebut terlihat sangat menakutkan, merayap kemana-mana, dan jaring dimana-mana. Ini lebih menyerupai film fiksi science daripada suatu kenyataan, kata Christian.

Hujan ajaib semacam ini sebenarnya telah dilaporkan secara periodik di berbagai penjuru dunia. Katak hidup, ikan, dan banyak lagi binatang aneh yang dilaporkan jatuh dari langit. Namun hingga saat ini belum ada yang mendapatkan kesempatan untuk mengambil gambar pada saat kejadian tersebut berlangsung. Itulah mengapa foto-foto yang didapatkan oleh Christian menjadi begitu berharga.

Christian menganggap kemujurannya disebabkan karena kondisi cuaca yang menguntungkan saat itu sebagaimana hal tersebut jarang terjadi pada hujan-hujan ajaib di masa lalu. Selain itu, jelasnya, laba-laba adalah hewan dengan berat badan yang relatif ringan bila dibandingkan hewan-hewan yang pernah berjatuhan selama ini, sehingga kecepatan turunnya cukup perlahan untuk ditangkap kamera.

Hingga saat ini hujan ajaib masih menjadi fenomena yang belum bisa dijelaskan. Hipotesa yang lebih populer menyebutkan bahwa tornado atau pusaran angin kencanglah yang membawa hewan-hewan itu dan menjatuhkannya di suatu tempat yang jauh. Akan tetapi hipotesa tersebut tidak mampu menjelaskan mengapa masing-masing hujan hanya membawa 1 macam hewan dan bahkan tak ada 1 rumput pun yang terbawa serta.

(Fu Liwei/The Epoch Times Argentina)

'Mickey Mouse' Padang Pasir Ditemukan di Mongolia & China

http://international.okezone.com/ind...12/12/18/67659

LONDON - Mahluk padang pasir yang aneh, berhasil tertangkap kamera. Mahluk ini dipercaya ilmuwan dan diyakini sebagai pertama kali ditemukan di wilayah Mongolia dan Cina.

Jerboa kuping panjang yang dijuluki sebagai mickey mouse dari padang pasir itu, merupakan hewan mamalia kurus yang keluar pada malam hari. Dengan bentuk dan ukuran mirip tikus, namun memiliki bentuk tangan dan kaki mirip kanguru serta berekor panjang.

Ilmuwan dari Zoological Society of London (ZSL), Jonathan Baillie menyatakan bahwa panjang dari binatang kecil ini membantu peneliti untuk mempelajari tentang misteri si Mickey Mouse. Spesies ini tergolong langka dan masuk daftar merah. "Mahluk itu hanya seperti kanguru, memang menakjubkan untuk dilihat," kata Jonathan seperti dilansir BBC, Rabu (12/12/2007).

Binatang yang tidak biasa dilihat ini, telah difilmkan dalam padang pasir Gobi selama ekspedisi yang dipimpin oleh Jonathan Bailie. Hingga kini, makhluk ini terbukti masih sulit untuk dipelajari. Sebab, bentuknya kecil, hidupnya di malam hari, dan lingkungan kehidupan padang pasir yang kejam juga dijalaninya sehari-hari.

Jonathan seperti dilansir menyatakan, binatang Jerboa ini memang menakjubkan. Sedikit rambut di kakinya hampir mirip sepatu salju, yang membantu mereka melimpat diantara gurun. Kemudian telinga mereka yang besar membantu pendengaran mereka menjadi tajam tentang apa yang terjadi di sekitarnya.

Panjangnya tubuh si jerboa, menunjukkan bahwa dia menghabiskan masa hidupnya ketika pagi hari didalam tanah diantara gurun pasir, dan makanan mereka adalah serangga. "Panjangnya kuping jerboa itu mirip mickey mouse di gurun pasir, lucu, dan menyenangkan untuk dilihat," katanya.

Dengan memasang perangkap akhirnya para peneliti mampu melihat binatang lucu ini dari dekat dan memperkirakan populasinya. Jonathan menambahkan, meskipun masih banyak yang harus dipelajari dari binatang langka ini, namun dia percaya habitatnya terancam punah.



"Kami sudah menjelajahi gurun pasir Gobi dan sudah mengetahui status keberadaan binatang ini. Selain itu, kami juga belajar bagaimana bisa mengembangkannya untuk rencana jangka panjang," paparnya.

Salah satu program ZSL memang untuk mengonservasi yang fokus pada upaya konservasi tumbuhan, binatang, yang kebanyakan memang sudah terancam punah dalam proses evolusi. Jerboa berkuping panjang ini memang merupakan satu dari 10 spesies yang memang masuk dalam daftar program pencarian tahun ini.

"Setiap orang berpikir, gurun pasir adalah daerah yang sunyi dan terpencil, kosong akan biodiversity. Dan seringnya ketika konservasi dilakukan alam gurun pasir kurang bersahabat. Namun ternyata ada spesies yang unik di gurun pasir. Jadi kami benar-benar mulai untuk mencurahkan perhatian ke sana," katanya.

Sunday, December 9, 2007

Puasa Dalam Agama Buddha


Apabila seseorang ingin hidup bahagia dan memperoleh kesenangan dengan tidak menyiksa makhluk lain, yang juga mendambakan kebahagiaan; maka dalam kelahiran berikutnya ia akan memperoleh kebahagiaan (Dhammapada X:1)

Minggu, 07 Oktober 2007
Puasa dalam Agama Buddha
Oleh : Bhikkhu Saccadhammo
-- Topik : Dhamma --


Alkisah, suatu ketika seorang pendeta melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan angkutan umum. Di tengah jalan, ada seorang wanita muda yang lengkap dengan pakaian mininya menyetop angkutan tersebut dan duduk persis di samping pendeta. Doa pertama dari pendeta tadi adalah, "Tuhan jauhkanlah hamba dari segala godaan."

Di sebuah tikungan tajam dan berbatu, angkutan umum itu bergoyang-goyang sehingga membuat sang gadis tadi ketakutan. Sebagai akibatnya, badan wanita tadi menyentuh badan sang pendeta. Kali ini, pendeta pun berdoa," Tuhan, kuatkanlah iman hambamu." Beberapa saat kemudian, jalan yang amat rusak membuat bis melompat-lompat secara amat menakutkan. Begitu menakutkannya sampai-sampai membuat sang gadis memeluk sang pendeta seerat-eratnya. Kali inipun sang pendeta berdoa lagi, "Tuhan, terjadilah apa yang menjadi kehendak-Mu."

Nafsu keinginan
Nafsu keinginan telah lama menjadi komando yang amat mengerikan dalam kehidupan manusia. Dikatakan komando mengerikan karena nafsu keinginan hanya memiliki daya untuk merusak. Agar keinginannya tercapai, ia tidak segan-segan menggunakan cara-cara yang jahat. Bila ada yang menghalang-halangi nafsunya, ia pun akan menempuh cara-cara yang kotor untuk melemahkan, bahkan bila perlu menghancurkan pihak-pihak yang menghalanginya. Kehadirannya terus-menerus meminta korban. Nafsu keinginan inilah yang menjangkiti mental para junta militer yang keji [di Myanmar].

Akar dari semua sikap mental ini adalah ketidaktahuan (moha) dan pengetahuan yang salah (avijja). Sikap mental ini kemudian melahirkan egoisme. Bila egoisme telah menguasai batin manusia, nafsu keinginan akan mendominasi pikirannya. Bila ini yang terjadi manusia akan menjadi budak keinginannya. Seorang akan terjangkit keinginan untuk terus berkuasa untuk terus-menerus menjadi pemimpin, dan lain-lain. Dalam tataran yang lebih luas, manusia tidak lagi sekedar mengusahakan apa yang dibutuhkan untuk kebahagiaan hidupnya, tetapi malah terjebak dalam usaha untuk terus-menerus memenuhi apa yang diinginkannya. Padahal kita tahu bahwa keinginan manusia tidak ada batasnya.

lbarat kereta kuda
Kalau boleh dianalogikan, kehidupan manusia yang dikomando nafsu keinginan mirip dengan sebuah kereta yang ditarik oleh enam kuda yang bernama indra-indra. Ditarik oleh kuda liar yang bernama mata, kuda liar yang bernama telinga, hidung, mulut, kulit, dan pikiran. Ada banyak orang yang membiarkan dirinya ditarik secara amat liar oleh mata, telinga, hidung, rasa, kulit dan pikiran.

Begitu melihat benda bagus, timbul nafsu keinginan untuk memilikinya. Ketika telinga mendengar berita buruk, reaksi buruk pun langsung bermunculan. Tatkala bertemu makanan enak, mulutpun minta dipuaskan. Kehidupan demikian amat mirip dengan kereta yang ditarik oleh enam kuda liar, berjalan amat cepat tetapi tanpa diimbangi dengan kusir yang pandai. Akhirnya, jadilah kehidupan manusia laksana sebuah kereta yang lari ke sana kemari tanpa tujuan. Alih-alih sampai ke tempat tujuan, malah akan jatuh ke dalam jurang.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita belajar menjadi kusir untuk menjinakkan keenam kuda liar ini. Bukankah kereta kehidupan kita akan mencapai tujuan bila kita dapat menjadi kusir yang piawai mengendalikan kuda-kuda liar tersebut?

Mengendalikan diri
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mata, telinga, hidung, mulut, kulit dan pikiran. Indera-lndera ini hanyalah instrumen yang netral. Demikian juga tidak ada yang salah dengan kuda-kuda tersebut. Bila bisa dikendalikan, justru akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Tidak ada yang salah juga dengan militer, sejauh itu tidak digunakan untuk kepentingan yang kotor. Jadi, semuanya tergantung bagaimana kita menggunakannya. Bila indera-indera ini digunakan untuk sesuatu yang baik maka akan mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya, bila indera-indera ini digunakan secara salah maka akan mendatangkan kegelisahan dan penderitaan. Demikian juga, bila kuda-kuda liar itu bisa dijinakkan dan dikendalikan maka akan membawa kita ke tempat tujuan. Sebaliknya, bila kita tidak sanggup menjadi kusir yang pandai maka kuda-kuda tersebut akan menyeret kita ke dalam jurang.

Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengendalikan keinginan. Bagaimana cara mengendalikan keinginan? Tidak ada jalan lain selain latihan. Dalam konteks ini latihan adalah berpuasa. Berpuasa itu tidak lain adalah latihan pengendalian diri.

Makna puasa

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat Buddhis terdiri dari para rohaniawan (Pabbajjita) dan para perumah tangga/ umat awam (Gharavasa). Para rohaniawan mendisiplinkan kehidupannya dengan menjalankan 227 tata tertib. Sedangkan para perumah tangga/ umat awam mendisiplinkan hidupnya dengan menjalankan tata tertib (Pancasila).

Sesuai tekad yang sudah diambil, para rohaniawan akan menjalankan 227 tata tertib selama hidupnya. Dengan kata lain, para rohaniawan akan berpuasa selama hidupnya. Sementara umat awam yang menjalankan lima sila, pada saat-saat tertentu dianjurkan untuk melakukan latihan spiritual yang lebih tinggi (puasa) dengan menjalankan delapan sila (Atthasila). Secara tradisi para perumah tangga/ umat awam akan menjalankan latihan puasa (Atthasila) pada bulan gelap dan terang (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan kalender buddhis). Di beberapa tempat, para perumah tangga/ umat awam juga menjalankan latihan ini pada tanggal 8 dan 23 (penanggalan bulan kalender buddhis). Disebutkan juga bahwa umat Buddha yang menjalankan latihan atthasila berarti sedang menjalankan uposatha, dan uposatha sering disinonimkan dengan kata upavasa.

Menilik kata puasa, banyak ahli bahasa memang menyatakan bahwa "puasa" berasal dari kata upavasa (bahasa Pali). Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia pernah memeluk agama Buddha, dan menjadikannya sebagai agama negara (zaman Syailendra Majapahit) sehingga tidak bisa diragukan lagi bahwa kata puasa berasal dari kata upavasa. Sebagai contoh kita bisa menemukan banyaknya bahasa Pali atau Sansekerta yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: suriya menjadi surya, vanita menjadi wanita, dighayu menjadi dirgahayu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memang, kata puasa belakangan secara formal sudah digunakan oleh umat lslam ketika menjalankan ibadah di bulan ramadhan. Tetapi disebutkan juga bahwa kata puasa tidak ditemukan dalam kitab suci umat lslam. Yang ada dalam kitab suci umat lslam hanya kata saung, tentu pengertiannya mirip dengan kata puasa.

Masalahnya, istilah puasa dalam pengertian umum kita, diterjemahkan lebih sempit dibandingkan istilah upavasa (uposatha). Kata upavasa atau uposatha (dalam kamus bahasa Pali) memiliki arti lebih luas yaitu menghindari nafsu duniawi. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah puasa memiliki arti yang lebih sempit yakni menghindari makan, minum dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaaan).

Adapun upavasa (uposatha atthasila) yang dijalankan oleh umat Buddha adalah:
1. Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2. Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
3. Bertekad akan melatih diri menghindari berhubungan seks.
4. Bertekad akan melatih diri menghindari berbicara atau berucap yang tidak benar.
5. Bertekad akan melatih diri menghindari segala makanan dan minuman yang dapat melemahkan kesadaran.
6. Bertekad akan melatih diri menghindari makan setelah tengah hari.
7. Bertekad akan melatih diri menghindari menyanyi, menari, bermain musik, pergi melihat hiburan, memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, serta alat-alat kosmetik yang bertujuan untuk memperindah/ mempercantik diri.
8. Bertekad akan melatih diri menghindari pemakaian tempat tidur dan tempat duduk yang mewah.


Kesimpulan
Bagaimanapun sulitnya, kita sama-sama memiliki kewajiban untuk mengendalikan diri (berpuasa). Bagi perumah tangga, tentu sangat berguna bila sungguh-sungguh mengendalikan diri dengan latihan uposatha atthasila. Mungkin saja, kita belum benar-benar mampu membebaskan batin kita dari nafsu keinginan. Tetapi dengan mengendalikan diri (menjalankan puasa) berarti kita sudah melemahkan nafsu keinginan.

Contoh sederhana saja, kita bisa memulai dari sektor makanan. Kita mengendalikan kuda liar yang bernama mulut (indera perasa) dengan makan secukupnya (sesuai dengan latihan atthasila). Seleksi jenisnya. Pengalaman para bijaksana bertutur, ketika nafsu keinginan dikendalikan (berpuasa) banyak persoalan kehidupan kita akan berkurang. Setidaknya, dengan memulai dari sektor makanan, kita telah memilih cara hidup yang sehat. Tidak hanya fisik kita yang sehat, batinpun akan lebih sehat dari penyakit keserakahan dan ketamakan. Lebih jauh lagi kita mengendalikan indera-indera yang lain. Singkatnya, ketika kita sudah melatih diri dengan mengendalikan indera-indera kita, pada saat yang sama kita telah berusaha untuk lepas dari cengkaraman komando nafsu keinginan.


Disampaikan pada Dhammaclass Masa Vassa 6 Oktober 2007 di Vihara Vidyaloka Yogyakarta

Kelemahan Virus AIDS Berhasil Terdeteksi

WASHINGTON, KAMIS - Para ilmuwan berhasil memotret gambar virus penyebab AIDS/HIV (Human Immunodeficiency Virus), dalam kondisi sedang menyerang sel kekebalan tubuh. Dengan penemuan ini, para ilmuwan berharap bisa membantu terciptanya vaksin yang efektif untuk mencegah penyebaran virus mematikan itu.

Dalam risetnya, tim ilmuwan yang berasal dari National Institute of Health, AS, menunjukkan lokasi luar atau titik lemah dari virus HIV yang bisa diserang sistem kekebalan tubuh sehingga tidak akan menginfeksi sel tubuh manusia. Kelak, bagian tersebut yang akan diberikan vaksin.

"Mengetahui titik lemah virus ini yang bisa diserang antibodi manusia, menjadi indikasi bahwa pembuatan vaksin (HIV) sangat mungkin,"kata salah seorang periset, Peter Kwong. Ditambahkan oleh Kwong bahwa ilmu pengetahuan memang belum menemukan vaksin tersebut namun hasil riset ini akan membuat segalanya menjadi mungkin.

Menurut para ilmuwan, vaksin merupakan satu-satunya harapan untuk mencegah pendemi AIDS yang telah membunuh lebih dari 25 juta orang di seluruh dunia sejak pertama kali ditemukan tahun 1981.

Kesulitan pembuatan vaksin HIV adalah karena virus ini menyerang sistem pertahanan tubuh. Tim periset dari Institut Nasional Penyakit Infeksi dan Alergi dari AS, telah membuat gambaran virus ini dalam skala atom.

Dalam risetnya, mereka berhasil mengungkapkan struktur protein dari permukaan HIV ketika protein tersebut bersatu untuk menyerang antibodi. Protein yang disebut dengan gp120 ini, menurut ilmuwan, bisa diserang antibodi b12 dan memiliki kemampuan untuk menetralisir virus.

Belasan penelitian sedang dikembangkan untuk membuat vaksin ini, namun hanya ada dua vaksin AIDS yang sudah dicobakan pada manusia, yakni yang dibuat oleh perusahaan farmasi Merck and Co, dan Sanofi-Aventis SA.

Bersalaman

Kembali ke gambar virus HIV, tim ilmuwan menunjukkan dengan detail interaksi virus-virus yang sedang menyentuh dan menginfeksi sel kekebalan tubuh. "Kontak pertama virus itu seperti tangan yang bersalaman, lalu membesar seperti memeluk seluruh bagian," kata Dr.Gary Nabel, ketua tim peneliti.

Virus ini bermutasi dengan cepat dan terus menerus untuk mengalahkan sistem kekebalan. Tak hanya itu, ia juga memiliki semacam lapisan yang menghambat antibodi dari tubuh. Padahal antibodi dibutuhkan tubuh guna menahan protein yang dipakai virus HIV untuk menembus sel dan menginfeksinya.

Sayangnya, penelitian ini masih dalam tahap laboratorium, alias belum dilakukan pada tubuh binatang atau manusia. Sehigga tampaknya dunia masih harus bersabar sebelum vaksin HIV ini benar-benar ditemukan.


Sumber : Kompas

Buddhisme? Penyembah Berhalakah?

Ditulis oleh : Garvin

Seringkali Agama Buddha disamakan dengan pemujaan berhala, karena para Buddhis ber-Puja Bhakti atau kebaktian di depan altar dengan patung-patung Buddha,Dewa ataupun Boddhisatva dan bersujud didepan patung.

Sebenarnya, Agama Buddhisme bukanlah penyembah berhala. Para Buddhis melakukan kebaktian bukan untuk menyembah-nyembah patung didepannya, namun mereka melakukan kebaktian untuk merenungi dan menghormati jasa-jasa baik para Buddha, Boddhisatva, ataupun Dewa.

Mengapa dibuat patungnya?
Guna dari patung tersebut adalah untuk mengingat jasa baik Mereka, dan agar kita bisa terus mengingat Mereka. Bila kita menghormati seseorang yang sangat berjasa, pasti kita akan menbuat patungnya, bukan? Para pahlawan-pahlawan Indonesia pun dibuat patungnya di musium, dan dihormati serta dikenang perbuatan-perbuatan baik mereka disana. Sama seperti hal diatas, umat Buddha pun membuat patung para Buddha untuk dihormati dan dikenang.

Namun mungkin banyak umat Buddha yang terpengaruh oleh budaya Tionghoa (karena mungkin mayoritas Buddhis di Indonesia terutama di Jakarta adalah entis Tionghoa), mereka menyembah dewa-dewi, dan menyajikan sesajen, dan sebagainya. Sebenarnya, kita harus bisa membedakan mana yang budaya mana yang Buddhisme. Banyak sekali dewa-dewi yang disembah di kelenteng (ingat, tempat ibadah Buddhis adalah Vihara) bukanlah dewa-dewi Buddhisme melainkan Taoisme. Dan kadang di beberapa Vihara di Thailand ada juga dewa-dewi Hinduisme yang disembah di sana. Mengapa hal ini bisa terjadi? Silahkan tunggu tulisan saya selanjutnya, “Buddhisme, Budaya dan Akulturasi” yang akan saya selesaikan secepatnya.


Hu/FU/Jimat adalah budaya Tionghoa atau ajaran Taoisme, bukanlah Buddhisme, begitu pula dengan Feng shui, palmistry dan sebagainya. Silahkan baca artikel saya berikutnya yang berjudul “Tridharma” yang juga akan segera saya selesaikan.

Polemik Brahmarupa


Oleh : Y.M. Maha Dhammadhiro Thera
(Artikel ini merupakan bagian dari tulisan berjudul ‘Buddharupa’)



Brahmarûpa atau bentuk Brahma banyak dikenal belakangan ini dengan sebutan Dewa Empat Muka. Sebagian masyarakat suku Tiong Hoa menyebutnya Sie Mien Fuo (Buddha empat muka) atau Sie Mien Sen (Sie Bin Sin, Dewa empat muka). Sesungguhnya, apakah Brahma itu? Artikel di bawah ini ditampilkan untuk membantu mengkaji tentang keberadaan Brahma melalui pandangan beberapa sudut.

Arti Kata Brahma

Kata Brahma menurut konteks katanya berarti ‘besar’; makhluk yang berbadan besar disebut Brahma (mahantasarîratâya brahma, akar kata Braha = besar). Menurut pengertiannya, brahma berarti pembesar atau penguasa tiga alam, yakni; alam manusia, alam dewa dan alam brahma. Istilah Brahma memiliki banyak pengertian lain disesuai dengan ciri dan fungsinya, seperti: kakek (pitâmaha), bapak, bapak makhluk alam (pitu), penguasa tiga alam (lokesa), makhluk yang lebih luhur di antara para dewa (surajettha), pemelihara makhluk hidup (pajâpati), dsb.

Brahma dalam Tradisi Brâhmana/Hindu

Brahma, sebagaimana yang kita kenali, adalah salah satu dari tiga dewa utama dalam agama Hindu. Pengikut Hindu mempercayai dewa ini sebagai dewa pencipta, dewa yang kekal, yang lebih tinggi dari dewa lainnya. Apabila berpasangan dengan dua dewa yang lainnya, yakni: Visnu dan Siva, ketiganya ini dikenal dengan julukan Trimurti. Istilah Trimurti ini muncul sekitar dua ratus tahun setelah Buddhaparinibbâna, yakni saat kaum Brâhmana menamakan ajarannya sebagai ajaran Hindu atau Jaman Hindu.

Sebenarnya, istilah Brahma ini telah muncul lama sebelum kemunculan jaman Hindu; yakni muncul pada Jaman Veda. Jaman Veda adalah jaman kedua dari empat jaman dalam agama Brâhmana, yakni: jaman Ariyaka, jaman Veda, jaman Brâhmanaka, dan jaman Upanisada (Hindu). Teori pembedaan masyarakat berdasarkan warna kulitnya atau yang dinamakan ‘kasta’ muncul di jaman Veda ini. Dan, Brahma pada masa ini diyakini sebagai sumber dari keempat kelompok kasta di atas. Rinciannya secara berturut-turut adalah, kasta Brâhmana muncul dari mulut Brahma, kasta Ksatriya muncul dari lengan Brahma, kasta Vaisa muncul dari paha Brahma dan kasta Sudra muncul dari kaki Brahma. Kemudian pada jaman Brâhmanaka, Brahma dijadikan sebagai objek pujaan tertinggi dengan menyisihkan kebesaran dewa Indra yang sebelumnya telah menjadi pujaan tertinggi sejak awal mula berdirinya agama ini, yakni sejak jaman Ariyaka dan awal jaman Veda. Brahma dianggap sebagai dewa pencipta menggantikan dewa Indra. Dan kaum Brâhmana menyatakan diri bahwa kaum mereka adalah keturunan Brahma.

Terhitung sejak jaman Ariyaka, yakni jaman awal kaum Ariyaka menduduki wilayah India sekarang, kepercayaan terhadap dewa-dewa di jaman Brâhmanaka ini kian lama kian bertambah kompleks dan timpang tindih asal-usul maupun tugasnya. Satu sosok nama dewa bisa berasal dari bermacam-macam sumber kemunculannya dan berlainan kwalitas dan kekuasaannya. Dewa-dewa yang dulunya berderajat tinggi pada satu jaman menjadi merosot sebagai dewa lumrahan di jaman lainnya. Sebaliknya, yang dulu berderajat rendah naik menjadi berderajat tinggi yang berperanan penting dalam mengatur kelangsungan alam semesta, termasuk alam manusia. Brahma misalnya, dalam kitab Manûdharmasastra dikatakan muncul dari telor emas dan sebagai pencipta dewa Visnu. Tetapi dalam kitab Varâhapurâna disebutkan bahwa Brahma muncul dari teratai yang muncul dari pusar dewa Visnu. Dalam kitab Padmapurâna dikatakan, dewa Visnu ingin menciptakan alam, kemudian ia membagi diri dengan menciptakan Brahma dari pundak kanannya, menciptakan dirinya sendiri dari pundak kirinya dan menciptakan dewa Siva dari badannya. Kecuali di atas, masih banyak dewa-dewa objek pujaan lain yang kian lama kian tumpang tindih keberadaannya. Ketimpang tindihan sosok dewa berikut kwalitas dan kekuasaannya ini salah satu sebabnya adalah karena masing-masing kelompok masyarakat pemuja dewa tertentu berusaha mengorbitkan dewanya masing-masing. Dan terhadap dewa yang bukan pujaan mereka, keberadaannya akan dikesampingkan, bahkan didiskreditkan. Sehingga, setelah jaman Brâhmanaka yang bertahan selama beberapa ratus tahun di mana dewa-dewa agama Brâhmana pada masa itu berada pada titik puncak ketidak-jelasan dan sebagai salah satu subjek pertikaian antar kepercayaan, muncullah jaman Hindu yang berhasrat mengatur kembali, baik segi ajaran maupun objek-objek pujaan mereka. Di jaman Hindu, kaum Brâhmana berhasil meringkas bentuk-bentuk dewa yang beraneka macam itu dalam satu bentuk berupa Trimurti. Terbit satu kesepakatan bahwa, Brahma adalah sosok pencipta, Visnu adalah sosok pemelihara, dan Siva adalah sosok penghancur.

Mengapa dewa Brahma memiliki empat muka? Pertanyaan sejenis ini banyak terlontar. Keberadaan Brahma dengan empat muka ini muncul dari kalangan kaum Brâhmana sendiri. Asal usul dewa Brahma bukanlah memiliki empat muka, melainkan lima muka. Muka yang kelima terletak di ubun-ubun kepala. Namun muka yang kelima ini sirna karena adanya satu peristiwa. Ceritanya adalah sebagai berikut. Dulu, dewa Brahma hanya bermuka satu, seperti dewa-dewa lainnya. Ia mempunyai seorang shakti (dewi) bernama dewi Sarasvati, sebagai pendampingnya. Saat sang dewi, yang adalah sesosok dewi bertubuh indah, sedang memberikan pelayanan di dekat sang Brahma, sekonyong-konyong timbul sorot mata berbaur nafsu birahi tertampak di wajah sang Brahma. Karena tekanan perasaan gelisah atas pandangan itu, sang dewi menghindar sorotan mata sang Brahma dengan berpindah di sebelah kanan Brahma. Sang Brahma, atas dorongan nafsu birahinya untuk bisa mengagumi keindahan tubuh sang dewi, menciptakan muka di sisi kanan kepalanya. Sang dewi yang pemalu itu pindah lagi ke sebelah kirinya. Sang Brahma tidak pantang menyerah. Dia ciptakan muka di sisi kiri kepalanya mengikuti arah sang dewi. Sang dewi pindah lagi ke belakang dengan harapan bisa lepas dari sorot mata Brahma. Namun, sang Brahma tidak putus asa. Ia menciptakan muka di sisi belakang kepalanya. Karena merasa tidak ada tempat nyaman lagi baginya, sang dewi pun berdiam di angkasa. Di pihak lain, atas dorongan nafsu yang tiada tanda reda, sang Brahma menciptakan muka kelimanya di bidang atas kepalanya. Akhirnya, sang dewi yang tidak tahu apa yang harus diberbuat, pergi melaporkan hal tersebut kepada dewa Siva (versi lain mengatakan kepada dewa Visnu). Dewa Siva membantu mengatasi masalah sang dewi dengan menebas muka yang berada di bidang atas kepala. Brahma kehilangan muka atasnya. Dan mulai dari situlah Brahma menjadi bermuka empat. Cerita ini tampak seperti dongeng seribu satu malam. Tetapi inilah yang tercantum dalam kitab milik kaum Brâhmana tentang asal mula Brahma empat muka atau Sie Mien Sen dalam bahasa Mandarinnya.

Brahma dalam Tradisi Buddhis

Tidak seperti dalam tradisi Brâhmana/Hindu yang menempatkan Brahma di alam surgawi dan masih berlumur gairah nafsu (Kâmâvacarabhava), Brahma dalam ajaran Buddha diletakkan di alam tersendiri, yakni alam Brahma, yang bebas nafsu gairah (Rûpârûpabhava). Dalam kitab-kitab agama Buddha, istilah Brahma sering disebut di sana. Artinya, agama Buddha mengakui keberadaan Brahma. Namun, istilah brahma dalam kitab agama Buddha itu memiliki pengertian yang berbeda dari kepercayaan kaum Brâhmana. Batasan pengertian brahma diubah sedemikian rupa hingga sesuai dengan doktrin agama Buddha. Perlu diketahui juga, bahwa Sang Buddha banyak memberikan makna baru atas kata-kata yang sebelumnya telah dipakai di jaman itu, seperti misalnya kata arahanta, brâhmana, mokkha, bhagavantu, dsb. Pengubahan ini utamanya ditujukan agar para pendengar ajaran Beliau memiliki pengertian baik dan benar.

Sebuah kata atau nama bisa mengandung makna lebih dari satu arti. Tiap-tiap makna berperan dalam memahami suatu ucapan atau ajaran. Karena itu, pemilahan makna kata dari makna-makna adalah satu tugas yang amat penting untuk mencapai maksud sebenarnya si pengucap. Pengertian lebih penting daripada nama itu nama yang menjulukinya sendiri. Karena, nama adalah sekadar julukan. Sedangkan pengertian adalah arahan dari suatu nama diucapkan. Untuk kata ‘brahma’ misalnya, umat Buddha tidak diarahkan untuk memahaminya sebagai pusat dari makhluk alam semesta, sosok makhluk yang kekal, yang menentukan nasib setiap insan (yang sebenarnya juga termasuk nasib hewan dan makhluk lain), atau sosok makhluk yang secara langsung memberi anugerah sekaligus kutukan terhadap makhluk lain. ‘Brahma’ dalam pengertian sebagai sesosok makhluk, adalah makhluk-makhluk yang telah mengembangkan kebajikan besar sehingga mampu menempati alam brahma. Brahma dalam agama Buddha bukanlah mewaliki satu makhluk saja, melainkan mewakili sekelompok makhluk dengan berbagai macam tingkatannya. Alam Brahma memiliki banyak tingkat. Tiap tingkat memiliki ciri khas, kemampuan, dan batas usia penghuninya. Dewa Brahma, meskipun berusia amat lama, juga akan habis masa usianya (meninggal dari alamnya). Ia pun akan melanjutkan kehidupannya di alam-alam lain seperti halnya makhluk manusia dan binatang. Dan, semasih belum mencapai tingkat-tingkat kesucian, mereka semua tak terlepaskan dari alam samsara.

Kembali pada pengertian Brahma, Sang Buddha sendiri dalam sabdanya, pernah menyebut diri beliau sebagai Brahma, “Brahmâti kho bhikkhave tathâgatassetam adhivacanam”1 Para bhikkhu, kata brahma ini merupakan nama Tathâgata. Brahma juga dipakai untuk pengertian ‘orangtua’, seperti dalam Buddhavacana ini, “Brahmâti mâtâpitaro pubbâcariyâti vuccare”2 Ibu dan ayah pemelihara anak, disebut brahma dan disebut guru awal. Brahma berarti ‘luhur’, “Brahmacakkam pavatteti”3 Memutar roda nan luhur. “… setthatthena brahmam sabbaññutaññânam …”4 Pengetahuan si pengetahu segala yang merupakan ‘brahma’ dalam pengertian ‘luhur’. Brahma mengacu pada ‘empat keberadaan luhur’ (mettâ, karunâ, muditâ, upekkhâ), “Brahmam, bhikkhave … muditâya cetovimuttiyâ.”5 Duhai para bhikkhu, di kala itu para bhikkhu berada dalam kediaman yang luhur yakni tempat berdiam dalam muditâ, kebebasan pikiran. Keberadaan Brahma sebagai sosok penentu nasib, pemberi rejeki, kesehatan, keselamatan, dsb. tidak dikenal dalam pengertian Buddhis.

Perbandingan Brahma menurut Brâhmana dan Buddhis

Brahma dalam Ajaran Brâhmana:

1. Dikenal dalam ajaran para brâhmana sejak Jaman Veda.
2. Sebagai sang pencipta dan bersifat kekal. Pada jaman Veda dianggap merupakan bagian dari segala sesuatu.
3. Dalam cirinya sebagai paramâtman, dianggap sebagai sumber semua jiwa (âtman).
4. Pada Jaman Brâhmanaka, Brahma bersifat nonperson dan tak berjenis kelamin.
5. Masa berikutnya, bentuk Brahma lebih berbentuk person menyerupai manusia dengan memiliki empat muka.
6. Belakangan, Brahma mempunyai istri atau Shakti bernama Sarasvati (dewi kebijaksanaan) dan mempunyai angsa sebagai wahananya.
7. Dilengkapi dengan Brahmavihâradharma.

Brahma dalam Ajaran Buddha

1. Bukan makhluk kekal, bukan pencipta, bukan penentu garis hidup makhluk lain.
2. Berasal dari makhluk yang telah mengembangkan batin hingga di tingkat rûpajjhâna dan arûpajjhâna. Kehidupannya dibatasi oleh waktu.
3. Bersifat person, bermuka satu dan tidak memiliki istri atau Shakti.
4. Dilengkapi dengan Brahmavihâradhamma.
5. Istilah Brahma juga dipakai untuk pengertian ‘luhur’, ‘dewasa’, ‘orangtua’, dsb.

Menimbang perbandingan di atas, penerimaan brahmarûpa sebagai bentuk pujaan dalam tradisi Buddhis dengan hanya beralasan bahwa brahma dikenal baik dalam ajaran Buddha tidaklah cukup. Baik bentuk dan konsep brahmarûpa maupun persepsi pemuja terhadap brahmarûpa perlu mendapat pelurusan sedemikian rupa sehingga penghormatan yang dilakukan itu bisa dikatakan sebagai penghormatan secara Buddhis. Namun pernyataan ini adalah terlepas dari sikap kebebasan berkehendak dari pemuja sendiri. Satu hak penuh bagi seseorang, dengan dasar pemikiran dan tujuan yang disadarinya, untuk memuja satu bentuk pujaan. Ulasan ini hanya memberikan kejelasan tentang prinsip brahma di masing-masing kepercayaan. Sebab, penerimaan satu bentuk pujaan ‘luar’ ke dalam tradisi Buddhis akan berarti juga menghalalkan bentuk pujaan lain untuk masuk dalam tubuh Buddhis. Apa yang terjadi dalam agama Buddha apabila dalam tubuhnya penuh terisi dewa-dewa pujaan kepercayaan lain?

Brahmarûpa di Thailand

Berikut ini adalah sekilas tentang kehadiran Brahmarûpa ditengah-tengah masyarakat Thai. Artikel ini mengambil Thai sebagai kajian karena objek pujaan brahma yang sedang dibahas di sini berkaitan erat dengan yang ada di sana. Bisa dikatakan bahwa menjamurnya objek pujaan brahma oleh umat Buddha di Indonesia adalah pemasukan budaya dari negara itu.
Selain mewarisi tradisi Buddhis, masyarakat Thai mewarisi tradisi kaum Brâhmana pula. Ajaran Brâhmana berpengaruh di masyarakat ini tak kurang dari seribu tahun yang lalu dan masih tersisa pengaruhnya hingga kini. Kendati, ajaran Buddha telah menyebar luas di hampir keseluruhan negara sejak lebih dari seribu tahun. Ajaran Brâhmana datang ke negara ini hampir bersamaan dengan kedatangan agama Buddha ke sana. Namun, ajaran Brâhmana di sana lebih dikenal dari segi tradisi dan tata upacaranya, alih-alih dari ajarannya. Di sisi lain, agama Buddha mendapatkan tempat yang lebih resmi sebagai ‘agama’ panutan mereka. Tradisi dan tata upacara Brâhmana pun seolah menjadi bagian dari tradisi Buddhis. Para brâhmana sendiri, sebelum memulai upacara ala tradisinya, memimpin peserta upacara memohon Pañcasîla kepada bhikkhu.

Seiring dengan berlangsungnya pengaruh tradisi Brâhmana, kehidupan masyarakat sana pun tak terpisah dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan ini. Pura-pura Brâhmana, ritual-ritual, pemujaan kepada para dewa, seperti: dewa Brahma, dewa Râhû, dewi Umâ atau Durga (pendamping dewa Siva), dewa Ganesa dan lain-lain bisa dijumpai di sana. Di antara para dewa di atas, Brahma adalah paling populer dipuja, yang mana adalah hal yang jarang terjadi dalam masyarakat penganut kepercayaan Brâhmana di wilayah lain, meski di India sekalipun. Umat Brâhmana di wilayah lain justru cenderung memuja dewa Siva, dewa Visnu atau dewa-dewa lainnya. Jadi, meskipun masyarakat Thai mengaku penganut Buddhis, yang sebagian memang adalah penganut buddhis yang taat, sebagian lagi adalah pemuja Brahmarûpa juga. Brahmarûpa yang dipuja adalah brahma dalam kepercayaan Brâhmana, sosok dewa bermuka empat, yang mampu sang pencipta makhluk, pemberi anugerah, rejeki, dan penentu garis hidup.

Berhubungan dengan Brahmarûpa di Thai, ada sebuah legenda yang membuat patung dewa ini melejit tingkat kepopulerannya. Meskipun sebelumnya Brahma sudah dipuja oleh sebagian masyarakat Thai, puncak kepopuleran patung ini adalah baru sekitar duapuluh tahunan yang lalu. Satu hotel dengan nama Erawan, yang adalah nama seekor Gajah, dibangun di pusat pertokoan kota Bangkok. Konon pemilik hotel ingin membangun sebuah patung dewa yang menjadi penunggang gajah Erawan. Maka dibangunlah patung Brahma di pojok sebelah depan hotel, yang semestinya bukanlah patung dewa Brahma melainkan patung dewa Indra. Sebab gajah Erawan adalah wahana atau tunggangan dari dewa Indra. Sedangkan, dewa Brahma memiliki angsa sebagai wahana. Tidak diketahui kesalahan ini adalah suatu kesengajaan atau tidak. Belakangan, ada satu cerita tentang seorang wanita yang sedang di landa permasalahan, tidak tahu kemana harus bersandar, datanglah ia ke depan patung dewa Brahma yang kebetulan ia lihat di pojok sebuah hotel. Ia memohon penyelesaian masalah di hadapan sang patung. Tekadpun ia keluarkan, bahwa kalau masalahnya bisa terselesaikan, ia akan bertelanjang menari dihadapan sang patung. Alkisah, ia benar-benar terlepas dari kegundahan akan permasalahannya. Dilakukanlah tekadnya itu. Dari mulut ke mulut, peristiwa ini mengundang sensasi besar bagi masyarakat sekitar. Para pemandu jalan pun berpropaganda kepada para pelancong manca negara, terutama yang berasal dari wilayah Asia. Para pelancong pun, yang bak sembari menyelam minum air, beradu nasib dengan memohon segala hal yang mereka inginkan. Alhasil, meskipun yang terkabulkan permohonannya itu tidak lebih dari 1 persen dari keseluruhan jumlah pemohon, gema ketenaran sang patung di pojok sebuah hotel ini menjadi ke mana-mana. Dan, celakanya, sang patung ini akhirnya dikenal dengan istilah Sie Mien Fuo (Buddha 4 muka) alih-alih Sie Mien Sen (Dewa 4 muka), hanya karena untuk memudahkan pendengaran para pelancong. Asal berupa sebuah patung dan berada di kota Bangkok, satu kota yang padat dengan pemeluk Buddhis, semuanya dianggap sebagai Fuo, patung Buddha saja.

Dari ulasan yang cukup panjang lebar di atas, kira-kira jelaslah apa yang dimaksud Brahmarûpa; bagaimana konsep dewa Brahma menurut Brâhmana dan menurut Buddhis; dan, bagaimana pula sepantasnya seorang buddhis mengerti dan menghormat dewa Brahma. Sorot baliknya tentunya kembali kepada pengikut Buddhis masing-masing.

Catatan Kaki :

1. Majjhimanikâya, Atthakathâ.
2. Vinayapitaka, samantapâsâdikâtîkâ.
3. Mûlapannâsaka, Majjhimanikâya.
4. Sîlakkhandhavagga Atthakathâ.
5. Lonakapallavagga, dukanipâta.

(* Penulis adalah salah seorang bhikkhu anggota Sangha Theravada Indonesia yang menetap di Thailand dan menjadi dosen pengajar bahasa Pali)